Sabtu, 27 Juni 2015

Komunitas Sepeda Sehat UIN Menolak UIN Jakarta Gersang

Dengan mengkampanyekan gerakan bersepeda ke kampus, Komunitas Sepeda Sehat UIN Jakarta MENOLAK kampus UIN Jakarta GERSANG, menzalimi pepohonan, manusia dan bumi karena pihak kampus menghilangkan ruang terbuka hijau dan daerah resapan air dengan menumbuh kembangkan beton-beton besar untuk dijadikan gedung baru ditanah bekas ruang terbuka hijau.   

Tepat pada tanggal 13 Juni 2015 yang lalu, Komunitas Sepeda Sehat UIN atau yang disingkat KSSU mengadakan acara Fun Bike kembali, kali ini ke Kebun Binatang Ragunan dengan tema Colour Cycling. Acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Sepeda Sehat ini, bertujuan untuk lebih peduli dengan lingkungan sekaligus untuk memperingati hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April 2015. 

Kegiatan ini didukung oleh 80 orang, gabungan dari mahasiswa dan masyarakat umum yang sadar dan peduli terhadap lingkungan. Selain bersepeda bersama, rangkaian acara lainnya adalah Colour Cycling cap tanda persahabatan antar peserta, Bike Adventure Games dan Lomba Fotografi. 



Untuk teman-teman yang berminat bergabung dengan kami untuk terus mengkampanyekan gerakan bersepeda kepada masyarakat luas, sharing pengetahuan tentang bersepeda atau sekedar hobi bersepeda, yuk gabung atau bisa follow @SepedaSehatUIN atau add facebook SepedaSehatUIN untuk info lebih lanjut. 

Terima kasih semuanya. Salam sepeda. Salam Lestari

Arianne Sarah


Jumat, 26 Juni 2015

Oh Cikuray

Heey teman-teman sosmed...
Sudah pernah ada yang ke Gunung Cikuray, Jawa Barat?


Bulan Mei lalu, saya berkesempatan ke Gunung Cikuray bersama 3 teman kuliah. Total kami 4 berangkat dari Ciputat ke Garut menaiki bus Primajasa. Sekitar jam 2 tengah malam, kami sampai di terminal Guntur. DINGIN. Jangan sampai lupa bawa jaket. 
Setelah sarapan/sekedar menghangatkan tubuh dengan minuman hangat, kami langsung menyewa mobil losbak atau pick up untuk mengantarkan kami hingga ke Pemancar, pos awal pendakian gunung Cikuray. Setelah proses tawar menawar harga disepakati, kami siap untuk berangkat. Tentu setelah kouta mobil pick up terpenuhi yakni 12-15 orang sekali angkut. Hahaha

Pagi itu, terminal Guntur ramee. Rame dengan pemuda pemudi yang menggendong tas besar di pundaknya. Maklumlah yaa jadwal weekend emang begitu, dijadikan momentum untuk mendaki gunung. 

Sudah selesai semuanya, Let's Go, kita berangkaaat....
Untuk sampai ke Pemancar, diperlukan waktu satu jam (kata supir) dengan jalan menanjak, menanjak terus, terus menanjak hingga tiba di pemancar. Makanya terkadang ada kejadian mobil yang ga sanggup naik hingga ke pemancar. Yaa contohnya kaya mobil yang kami tumpangi ini -_- Untung ga kuat nanjaknya sebentar perjalanan lagi. Jadilah para lelaki yang duduk di belakang turun berniat mendorong mobil. Tapiiiiii ternyata setelah turun, mereka DITINGGALIN hahaha Untung saya perempuan bersama satu teman wanita yang duduk didepan bersama supir ga ikut turun dan ga ditinggal :p 

Sesampainya di Pemancar, pos awal Pendakian, kami istirahat sebentar sekaligus cek barang-barang, biar gaada yg terlupa dan tertinggal. Di Pemancar sudah rameee pendaki yang berniat menjajal mendaki seperti kami. Disana kami berkenalan dengan pendaki lain asal Jakarta juga. Nama salah satu dari ketiga orang itu Zaskia. 2 oran lainnya (laki-laki) lupa. *Maaf ya hehe. Akhirnya kami memutuskan naik sama-sama, barengan. Ketika matahari sudah mulai keluar dari singgasananya, kami bergegas untuk berangkaaaat.....


Sebelum melewati track kebun teh, kami diharuskan mengisi simaksi dan membayar tiket pendakian sebesar 10 ribu. setelah itu perjalanan seperti ini....

Track pertama melewati kebun teh, setelah proses Simaksi
Ketemu ini ketika sedang jalan di kebun teh
Teruuuus naik. Diatas nanti ketemu pos lagi untuk verifikasi data diri :p
Menuju pos 2 ada tanaman lavender. Lumayan warna tanaman lavender bikin semangat
Lihat akarnya keker banget kan ampe keluar begitu? Akar ini lumayan untuk pegangan naik
Pendakian dengkul ketemu dada. Sadissss

Sunrise Cikuray
Puncak Cikuray sebanding dengan perjalanan ekstrimnya. Tanpa editan.

  
Saking rame nya, jalur pendakian digunain untuk diriin tenda. #Menuju puncak.
Doa di puncak gunung tertinggi Garut, semoga terkabul, Aamiin

Intinya, Setiap perjalanan memberikan kesan tersendiri. 
terkhusus untuk pendakian gunung Cikuray, ini merupakan pendakian ter-eksrim yang pernah saya naiki. Selama perjalanan kami selalu memberikan sugest pada diri bahwa rasa capek, ingin menyerah merupakan sugest. Kita Mampu keluar dari Zona nyaman diri. 

"Bukan Gunung yang saya takhlukan. Tapi diri inilah yang saya takhlukan. Saya bisa keluar dari zona nyaman kehidupan." 

Sekian. Terima kasih. 
Salam Lestari

Arianne Sarah

Jumat, 17 April 2015

Mengubah Dunia melalui Ruang Baca

Akhirnyaaa kesampaian ke Gramed, setelah sekian lama ga kesana-sana. Ceritanya sehabis kuliah di hari kamis (16/04), ada kesempatan untuk jalan-jalan sejenak, setelah beberapa minggu dibulan ini padet ngurusin praktikum kuliah -_-

Singkat cerita, setibanya di Gramed. Aaakk!!! Banyak sekali buku dengan tema yang bagus-bagus. Turut bangga jadinya, semakin berkembang penulis buku Indonesia saat ini. Satu demi satu bermunculan penulis-penulis muda, handal dan berbakat yang baru saya kenali melalui karyanya ketika ke Gramed lalu.

Jujur saja, saya tidak terlalu fanatik dengan buku-buku non fiksi seperti novel, komik dan lain-lain. Saya lebih tertarik dengan buku-buku fiksi, biografi, dokumenter, travelling dan semacamnya. Sehingga yang saya dapat dari jalan-jalan sejenak itu adalah buku ini:



Saya belum menyelesaikan membaca buku ini secara tuntas, tetapi secara garis besar buku ini bercerita tentang:

"Mantan penjabat yang bernama John Wood yang dahulu bekerja di salah satu perusahaan terbesar di dunia, Aplikasinya digunakan di seluruh dunia yakni Microsoft, rela dan berani meninggalkan zona nyaman kehidupannya dengan membangun perpustakaan di berbagai belahan dunia melalui uang pribadinya demi melawan buta aksara. 
Singkat cerita, ia terketuk hatinya ketika pada suatu waktu berkesempatan berkunjung ke salah satu desa terpencil, dimana di desa tersebut ada satu sekolah yang minim sekali akan buku bacaan untuk siswanya. Maka, dari sanalah akhirnya ia memutuskan untuk mengabdi........"

Bayangkan apa yang terjadi jika ratusan orang mengikuti jejaknya? 
Jarang loh ada seseorang yang berani keluar dari zona nyaman kehidupannya. 

Finally, buku ini cocok dijadikan panduan, untuk pelajar/mahasiswa yang konsen di bidang Pengembangan Masyarakat seperti saya agar berani melangkah seperti halnya pak John, minimal di Tanah Air Tercinta, Indonesia dahulu. Semoga, doakan saja yaa ;) Aamiin.

Demikian, Salam Lestari.

Arianne Sarah





Buku Sokola Rimba


Niat awalnya ingin membeli buku kuliah di Gramedia, tapi baru masuk ke pintu Gramedia buku ini sudah menyihir saya  meminta untuk dihampiri. Hingga pada akhirnya buku kuliah ga ada satupun yang kebeli, tapi buku ini yang akhirnya dibawa pulang :)

Sepulang dari Gramedia, buku setebal 348 halaman ini kembali berhasil membuat saya betah duduk diam dikamar menyelesaikan ceritanya tiap lembar demi lembar.

Bisa dibilang, buku ini sukses membuat saya terlarut dalam alur cerita. Menjadi Orang Rimba. Saya bisa terharu, menangis, tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak pada saat yang bersamaan ketika membaca satu demi satu kisah yang dipaparkan secara lugas dan apa adanya ini.

Kak Butet Manurung sebagi pemeran utama dalam buku ini berhasil membawa saya berimajinasi berada di Jambi, Bukit 12. Seolah-olah saya berada disana merasakan semangat, kepedulian, dan pengorbanan kak Butet dalam memperkenalkan dan memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak Rimba agar tidak sering ditipu karena tidak bisa menulis dan membaca.
Terakhir, Satu kata untuk buku ini, KEREN!

Kamis, 05 Februari 2015

Titik Nol - Makna Perjalanan

" Setiap orang terobsesi akan kata jauh. Padahal makna dari kata tersebut dapat ditemukan dari perjalanan yang selama ini terabaikan." #TitikNol


Buku setebal 556 halaman ini fokus bercerita tentang perjalanan hidup sang penulis  - Agustinus Wibowo yang berkeliling dunia seorang diri selama 10 tahun, kemudian dikorelasikan dengan menggabungkan perjuangan sang Mama dalam menghadapi penyakit Kankernya.



Tibet - India - Nepal - Afganistan - Surga - Khailash - Shangri La 


Kesemua negara ini Agustinus Wibowo jelajahi demi mencari makna perjalanan itu sendiri. Bagi yang belum tahu Agustinus Wibowo, beliau adalah seorang penjelajah yang kemudian menuliskan pengalamannya selama diperjalanan dalam bentuk buku. Buku Titik Nol ini merupakan buku ketiga-nya. Dua buku sebelumnya adalah Selimut Debu dan Garis Batas. 

Mencari makna perjalanan ke beberapa negara, jauh dari rumah, seorang diri membuat Agustinus Wibowo akhirnya sadar bahwa dari Ibu-nya lah yang tidak pernah kemana-mana, ia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini ia abaikan. 


Hingga pada akhirnya, Buku ini membuat makna perjalanan terasa penuh perjuangan, pengharapan dan kekuatan juga berharga bahwa membaca buku Titik Nol dari bab demi bab seakan turut ikut menelusuri negeri yang mungkin tidak akan pernah saya pijak~



Sehingga, pelajaran yang dapat dipetik adalah  semua akan ada batas akhirnya. semua akan kembali ke Titik Nol~ Dan selama masih ada waktu yang diberikan oleh Sang Pemilik Alam Semesta, maka gunakan sebaik mungkin, nikmati selagi masih memilikinya, syukuri atas apa yang sudah diberikan dan buatlah kisah hidup menjadi bermakna hingga selesai jatah usiamu.
Terima kasih Agusinus ;) kisah  perjalananmu, perjuangan, pengharapan, kekuatan sungguh menginspirasi~




Salam Lestari

-Arianne Sarah-

Jelajah Baduy ;)

Hellow ;)


Saat ini, siapa sih yang ga pernah/pingin naik gunung? Booming-nya kegiatan outdoor ini disebabkan karena beberapa faktor. Akibatnya semuanya berbondong-bondong pingin naik gunung tanpa bekal pengetahuan dan peralatan yang safety. Disini, penulis hanya mau sampaikan bahwa 'Alam bukan hanya gunung saja' terlebih alam Indonesia. Terlalu sempit jika hanya pingin naik gunung.

So, ke Baduy boleh kok jadi referensi liburan kalian^^ Dapet ilmu soal budaya unik suku baduy, Pengalaman, memperluas silaturahim dan lain-lain. Untuk itu, jika benar mau mencicipi keindahan suku baduy siapkan beberapa kebutuhan berikut ini:

1.Waktu luang + Uang
Udah jelas lah yaa, kedua hal ini paling penting.

2. Tenaga (fit body)
Kenapa penulis bilang tenaga? Karena, untuk sampai ke baduy dalam, diperlukan usaha. Yaa kalo niatnya cuma ke baduy luar doang, ga seberapa hehe. Tapi biar puas mending main-main aja ke baduy dalem nya. Penulis aja ampe nginep semalem di Baduy dalem. Numpang tidur dirumah suku Baduy-nya ;) Tapiiii, untuk sampai ke Baduy dalem, kamu harus lewati ini semua. Semangat!!! ;))







3. Siapkan ruang (diotak) untuk mempelajari budaya Suku Baduy
Jelas dong! banyak-banyakin ngobrol sama orang baduy-nya. Sebagian ada yang sudah fasih bahasa Indonesia kok. Menurut penulis, Budaya baduy sungguh unik. Karena, mulai dari cara mendapatkan pasangan sampai meninggal dunia, ada keunikan tersendiri. Cara berpaiakan, kepemerintahan suku baduy, keyakinan beragama, mata pencaharian dan lain-lain.


Kita takkan tau sampai kapan budaya Baduy ini akan tetap bertahan ditengah gempuran budaya Barat. Tapi akan tetap bertahan apabila kita menjaga, melestarikan dan memberi dukungan dengan cara bersilaturahim ke Baduy, minimal mematuhi segala aturan yang ada dan membeli kerajinan tangan yang dibuat. 

Aturan yang ada disini maksudnya adalah Suku Baduy dalam melarang wisatawan membawa Kamera, Sabun mandi, pasta gigi, sampho, dan lain-lain yang dirasa mengandung zat kimia yang dapat merusak air sungai. Juga kamera karena suku Baduy dalam hidup tanpa barang-barang modern. semuanyaa tradisional. Keren kan?

So, ga tertarik sama jelajah budaya kaya gini?



Salam Lestari

Arianne Sarah