Minggu, 08 Desember 2013

Makalah Tafsir: Wawasan Al-Quran tentang Pemberdayaan Pengemis

Wawasan Al-Quran tentang Pemberdayaan Pengemis
Oleh:
Arianne Sarah

A. Latar Belakang
            Semenjak krisis ekonomi melanda bagian wilayah Asia pada akhir tahun 1990, membuat Indonesia sebagai salah satu warga Asia mengalami berbagai masalah di bidang ekonomi. Bahkan Indonesia menjadi negara yang paling lambat melakukan pemulihan ekonomi dari negara Asia lainnya. Dampak dari krisis tersebut masih terasa dan terlihat sampai sekarang. Sehingga fenomena kemiskinan, kemelaratan, pengangguran, kejahatan sosial dan segala macam bentuk pelanggaran aturan hukum menjadi makanan sehari-hari di media massa.[1] Padahal salah satu fungsi pembangunan suatu negara adalah menciptakan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan bagi seluruh warganya dari masyarakat miskin sampai masyarakat kaya sekalipun, baik laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak hingga orang dewasa, berkulit putih maupun berkulit hitam dan lain sebaginya.
            Kemiskinan menjadi musuh terbesar semua negara yang ada di bumi ini. Bahkan negara besarpun tak luput dihantui oleh problem yang mendominasi negara kecil dan sedang berkembang. Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Tak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan. Harus diakui, Kapitalisme memang telah gagal menyelesaikan problem kemiskinan. Alih-alih dapat menyelesaikan, yang terjadi justru menciptakan kemiskinan. Akibat kemiskinan, timbul gelandangan dan pengemis yang mendiami suatu wilayah tertentu terutama dikota-kota besar seperti Jakarta. Pengemis menjadi problem sosial yang tak kalah akut akibat merajalelanya kemiskinan. Setiap tahun selalu ada pengikatan pengemis, terlebih ketika datangnya bulan Ramadhan. Hal ini terjadi karena kemiskinan yang menjadi penyebab utama munculnya pengemis yang belum berhasil dituntaskan hingga akar-akarnya.

B. Pengertian Pengemis Perspektif Al-Qur’an
            Dalam Al-Quran, 5 kali dalam pengertian meminta atau mengemis dan 3 kali dalam pengertian bertanya.[2] Pengemis menurut terminologi ilmu sosial adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta. Sama seperti gelandangan, pengemis berakar dari kemiskinan juga. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan fenomena pengemisan adalah surah Adh-Dhuha(93): 9-11
$¨Br'sù zOŠÏKuŠø9$# Ÿxsù öygø)s? ÇÒÈ   $¨Br&ur Ÿ@ͬ!$¡¡9$# Ÿxsù öpk÷]s? ÇÊÉÈ   $¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ  
 “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan (bersyukur).”
Dalam ayat ini, larangan untuk menghardik orang yang meminta-minta sama seperti larangan membentak orangtua. Jadi hanya kedua orang inilah kita dilarang membentak, mencampakkan, mengeraskan dan membuang seperti didalam surah al Isra (17) : 23 Allah berfirman:
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Lihat Kembali seperti di Surah adh- Dhuha ayat 10, larangan untuk menghardik para pengemis:
$¨Br&ur Ÿ@ͬ!$¡¡9$# Ÿxsù öpk÷]s? ÇÊÉÈ  
 “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
Maksud menghardik disini adalah larangan untuk membentak dan mengeraskan nada bicara kepada orang yang meminta-minta. Perlakukan mereka dengan memberikan sedikit uang dan menolaknya dengan bahasa yang santun.[3] Dengan demikian, peringatan Al-Quran pada ayat diatas adalah larangan untuk orang beriman menghardik para pengemis karena mempertimbangkan dua hal. Pertama, para pengemis sedang meminta haknya dari orang kaya yang dibenarkan oleh Al-Qur’an. Kedua, menghardik para pengemis dengan menyakiti perasaan mereka yang seharusnya dibantu karena hidup mereka sungguh berat sehingga mudah tersinggung perasaannya.
            Menurut Al-Qur’an, pada harta orang kaya itu terdapat hak orang miskin. Tetapi nyatanya ada orang miskin yang meminta haknya dan ada pula orang miskin yang tidak meminta haknya. Az Zuhri lebih bersimpati kepada orang miskin yang tidak meminta apapun kepada orang lain (al-Mahrum) karena menjaga kehormatan dirinya (ta’affuf) dibandingkan dengan orang miskin yang meminta-minta. Keterangan diatas diperkuat dengan QS. Adz-Dzariyyat(51): 19 :
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Maksud dari orang miskin yang tidak mendapat bagian ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.

C. Pemberdayaan Pengemis Perspektif Al-Qur’an
Pengemis merupakan masalah sosial yang sangat kompleks. Jadi, dalam menghadapi masalah sosial yaitu kemiskinan, Al-Qur’an menawarkan beberapa prinsip dalam pemberdayaan gelandang dan pengemis[4]:
1.     Prinsip ta’awun, yakni prinsip kerja sama dan saling tolong-menolong diantara lembaga kemasyarakatan, seperti Depsos, Dinas Sosial, LSM, para relawan dan lain-lain. Bentuk ta’awun meliputi kelembagaan, manajemen, finansial, sumber daya manusia, program, metodologi dan kebijakan. Prinsip ta’awun ini merupakan perintah Allah kepada orang-orang beriman sebagaimana yang ada di QS. Al-Ma’idah(5):2
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
2.      Prinsip syura’, yakni prinsip musyawarah diantara pemerintah dan pihak-pihak lembaga kemasyarakatan seperti Depsos, LSM dan lain-lain dalam satu program kepedulian terhadap masalah gelandangan dan pengemis dengan mengidentifikasikan masalah-masalah sosial terlebih dahulu yang menyebabkan munculnya fenomena gelandangan dan pengemis serta merumuskan langkah-langkah penanggulangannya. Prinsip ini diperkuat oleh QS. Asy-Syura(42): 38
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÑÈ  
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”
3.      Pemberdayaan pengemis dilakukan dengan berpegang teguh kepada prinsip bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengubah diri mereka dengan penguatan kekayaan mentalitas yakni keimanan dan ketakwaan serta penguatan keterampilan bertahan hidup yang terpendam. Ini adalah tugas pengembangan masyarakat sebagai pendamping untuk menolong mereka agar keluar dari keterpurukan hidupnya.
4.      Pemberdayaan pengemis didasarkan atas prinsip kasih sayang. Bisa diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan dana zakat, infak, dan sedekah untuk kepentingan pemberdayaan kaum gelandangan dan pengemis serta untuk mantan gelandangan dan pengemis agar bisa hidup mandiri dan tidak kembali menggelandang dan mengemis, dapat ditampung di dalam forum komunitas mantan pengemis dengan memberi program pelatihan keterampilan, peningkatan kualitas keterampilan, memasarkan produk keterampilan, menghubungkan dengan jaringan permodalan pasar yang lebih luas dan mengembangkan budaya belajar untuk hidup menanbung. Ini untuk memenuhi pesan Al-Qur’an surah al-Ma’idah(5):2
5.      Setelah melewati tahapan penyadaran, dilanjuti dengan pemberdayaan kaum dhuafa secara umum dan pemberdayaan pengemis dengan berpegang teguh kepada prinsip mantan pengemis yang telah berhasil keluar dari kehidupan buruknya karena seseorang bertanggung jawab untuk dirinya sendiri untuk lebih berdaya bukan orang lain.
6.      Kaum Muslimin yang memiliki asset kekayaan dan tergolong orang yang mampu, perlu senantiasa menyadari dengan penuh keinsyafan bahwa didalam harta mereka ada hak kaum dhuafa. Membantu orang orang yang lemah (dhuafa) melalui zakat, infak, sedekah dan sebisa mungkin menghindari pemberdayaan dhuafa dengan mengandalkan bantuan dana asing, karena bantuan dari asing akan menjadikan diri kita tergantung kepada bantuan mereka. Seperti  sabda Rasulullah:
“ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, dililit utang, dan dikuasai seseorang”

D. Solusi Terhadap Permasalahan Kemiskinan Perspektif Al-Qur’an
            Sangat memprihatinkan sekali, ketika negara lain sedikit demi sedikit keluar dari permasalahan kemiskinan, mencari jalan keluar yang efektif sedangkan Indonesia hanya mempertontonkan kemiskinan itu tanpa memperdulikan tontonannya itu. Dawam Raharjo (2007:52) menyebutkan bahwa bangsa Indonesia merupakan umat Islam terbesar kedua di dunia. Namun demikian,tidak beriringan dengan peringkat kualitas SDM dan ekonominya. Justru umat Islam berada dibarisan paling belakang, tertinggal telak oleh penganut ajaran agama Hindu dan Budha di dunia.[5] Al-Qur’an memandang kemiskinan sebagai masalah sosial dan sekaligus masalah kemanusiaan yang patut mendapatkan perhatian serius melalui program-program terencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang terus berkelanjutan tanpa lelah dan tanpa henti.  Al-Qur’an sebagai kitab yang dapat memberikan solusi terhadap segala permasalahan hidup umat manusia, menawarkan sejumlah strategi dan formula pengentasan kemiskinan yaitu sebagai berikut:

1.      Pemerataan Pendidikan untuk Orang Miskin
Sholat merupakan tiang Agama. Begitupun dengan pendidikan. Pendidikan merupakan tiang kehidupan. Tanpa pendidikan manusia akan bodoh, menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis dan menjadi benalu masyarakat. Pendidikan memberikan peran yang sangat sentral bagi kelangsungan hidup seseorang. Tidak mendapatkannya pendidikan, baik formal, informal dan non formal dapat berimbas secara langsung terhadap kemiskinan seseorang. Sehingga menyebabkan orang tersebut tidak memiliki keterampilan hidup dan akibatnya tidak siap untuk berkompetisi secara sehat dan menjadi orang bodoh yang sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional tahun 2008 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 35 juta warga miskin dan 76 persen diantaranya adalah mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, yakni hanya lulusan SD atau SR.[6] Al-Qur’an memandang pendidikan amat penting bagi setiap orang, karena dengan pendidikan harkat dan martabat manusia akan terangkat. Seperti firman Allah, QS.Al-Mujadalah(58): 11
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
 “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat lain tentang pendidikan adalah QS. an-Nahl(16): 97 yang menyatakan bahwa bagi manusia yang ingin bahagia dalam hidupnya maka pendidikan merupakan amal shaleh yang menjadi kewajiban setiap orang.
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baikdan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya pendidikan amat penting menurut Al-Qur’an. Seperti salah satu sabda Nabi Saw berikut ini:

“Barang siapa yang ingin memperoleh kebaikan di dunia, maka tuntutlah ilmu. Dan barangsiapa yang ingin mendapatkan kebaikan di akhirat, maka tuntutlah ilmu dan barangsiapa yang ingin memperoleh kebaikan pada keduanya, maka tuntutlah ilmu”. (HR. Muslim)
      Dengan demikian, kemiskinan yang masih membelenggu sebagian besar rakyat Indonesia ini, salah satu cara terbaiknya dengan memberikan kesempatan memperoleh pendidikan kepada seluruh warga negaranya. Jadi, sudah seharusnya kita semua terutama pemerintah memikirkan strategi agar pendidikan bisa dinikmati oleh semua kalangan, terutama rakyat miskin baik secara geografis maupun biaya. Semangat pemerataan pendidikan sesungguhnya bisa kita temukan dalam konsep ajaran Islam yang berbunyi:
“Thalabul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin wa muslimatin”.
“Menurut ilmu (pendidikan) adalah kebajiban bagi orang Islam baik laki-laki maupun perempuan”.

2.      Membangun Etos Kerja yang Tinggi
Kemiskinan terjadi karena perilaku dan mentalitas yang tidak disiplin, orientasi ke depan rendah, dan etos kerja yang lemah. Etos kerja adalah modal dasar yang sangat dominan bagi peningkatan kualitas hidup seseorang dalam berbagai aspeknya.[7] Mahkota umat Islam adalah jihad. Bukan jihad yang diartikan sebagai peperangan melainkan jihad yang dimaksud disini adalah sikap bersungguh-sungguh untuk mengerahkan seluruh potensi diri untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita. Inilah arti Jihad yang sesungguhnya, sebagimana firman Allah di dalam QS. Al’ankabuut(29): 6
`tBur yyg»y_ $yJ¯RÎ*sù ßÎg»pgä ÿ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 4 ¨bÎ) ©!$# ;ÓÍ_tós9 Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÏÈ  
 “Dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Ayat lain yang membahas berjihad itu anjuran Allah adalah QS. Al’Ankabuut(29): ayat 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ  
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ) ÇÐÐÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS. Al-Haji(22): 77
Jihad berati suatu “kegilaan” untuk mengerahkan seluruh daya dan ikhtiar, suatu mesin batin yang terus bergemuruh dan meronta, seraya menggerakkan pori-pori, urat syaraf dan kemudian melahirkan daya gerak yang menabjukkan.[8] Maka makna jihad dalam kaitannya dengan bekerja, berihktiar atau mewujudkan suatu cita-cita adalah menjadi satu kekuatan yang secara padu harus terus menyala serta digali dan di uji potensinya sehingga mampu mengeluarkan energi yang membangun.  Apa arti sebuah cita-cita tanpa adanya keinginan serta daya juang yang tinggi, itu hanyalah impian belaka, obsesi kosong yang kemudian hanya membuahkan sebuah khayalan semata. Islam mengajarkan agar hidup selalu mempunyai arah dan tujuan dan ditanamkan secara nyata bahwa keinginan itu wajib diwujudkan dengan dorongan jihad. Kita boleh bermimpi, tetapi lebih dari itu jadikanlah mimpi menjadi kenyataan dengan mengerahkan seluruh potensi diri untuk mewujudkannya. Karena Allah tidak akan pernah mengubah nasib diri kita kecuali diri kita sendiri yang secara aktif ingin dan mempunyai tujuan untuk mengubah nasib kita sendiri. Seperti ditekankan dalam firman Allah di QS. Ra’d(13):11
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ̍øBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
 “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Allah).”
Qur’an diatas di Nash kan oleh sabda Rasulullah:
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.”
Dari ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah diatas, memperlihatkan bahwa sesungguhnya pandangan Islam tidaklah sempit. Islam tidak mengajarkan tentang keterbatasan. Maksudnya hanya mementingkan soal akhirat saja atau dunia semata tapi lebih dari itu Islam menganjurkan bahwa kehidupan dunia harus seimbang, tidak berlebihan, tidak pula kekurangan. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah tanaman hidup untuk perjalanan abadi ke akhirat. Jadi, salah satu solusi terbaik keluar dari kemiskinan adalah dengan meningkatkan etos kerja dalam kehidupan umat Islam dengan berjihad, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Jumu’ah(62): 10
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ  
 “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ   ¨br&ur ¼çmuŠ÷èy t$ôqy 3tãƒ ÇÍÉÈ  
 “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).”QS. An-Najm(53):39-40
#sŒÎ*sù |Møîtsù ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ   4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ  
 “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain ,dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS. Alam Nasyrah(94):7-8

3.      Pemberdayaan Harta Zakat untuk Kesejahteraan Umat
Kemiskinan menjadi persoalan amat serius yang segera harus dituntaskan agar tidak membahayakan akidah dan moral anggota masyarakat Islam. Pedoman dalam pemberantasan kemiskinan adalah Al-Quran, karena ia adalah kitab anti kemiskinan.[9] Al-Qur’an selalu membela kaum miskin dan peduli pada kaum dhuafa. Al-Qur’an memandang bahwa pengentasan kemiskinan, salah satunya dilakukan dengan sikap kederamawanan kaum kaya. Al-Qur’an melarang manusia yang mementingkan diri sendiri dan mempunyai sifat ketamakan. Bahkan Al-Qur’an menegaskan bahwa menolong anak yatim dan fakir miskin dianggap jauh lebih mulia dihadapan Allah daripada melaksanakan seremoni-seremoni luar, termasuk yang tampak seolah-olah sedang melaksanakan ajaran Islam. Contohnya seperti, Al-Qur’an menganggap lebih mulia orang yang tidak jadi melaksanankan ibadah haji padahal berbagai halnya telah mencukupi, disebabkan karena ongkos naik haji diberikan untuk membantu orang yang kelaparan.[10] Al-Qur’an mengingatkan bahwa dalam harta orang kaya ada hak fakir dan miskin seperti firman Allah  dalam QS. Az-Zariyat(51): 19
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Ayat lain yang mewajibkann membantu sesama muslim yang belum hidup wajar sebagai manusia adalah:
¼çm¯RÎ) tb%x. Ÿw ß`ÏB÷sム«!$$Î/ ÉOŠÏàyèø9$# ÇÌÌÈ   Ÿwur Ùçts 4n?tã ÇP$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÍÈ  
 “Sesungguhnya Dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Maha besar. dan juga Dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi Makan orang miskin.”QS. Al-Haaqqah(69): 33-34
|M÷ƒuäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ   šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ  
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” QS. Al-Ma’un(107): 1-2
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku” QS. Al-Baqarah(2): 43
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas menyatakan bahwa Allah sangat menganjurkan sesama manusia muslim untuk saling membantu, meringankan beban saudara kita dari jerat kemiskinan terutama membantu anak yatim dan fakir miskin. Salah satu cara menanggulanginya dengan mengeluarkan zakat. Mengeluarkan zakat dalam ajaran Islam termasuk salah satu kewajiban yang harus dilakukan sebagai pembersih diri dan kekayaan agar menciptakan kesejahteraan, menanggulangi kemiskinan, dan menumbuhkan kemakmuran pada masyarakat Muslim, seperti yang disebutkan dalam firman Allah dalam QS. At-taubah(9): 103 yang berbunyi:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Surah diatas menyatakan bahwa zakat merukapan salah satu hal tepenting dalam upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. Sebab melalui zakat, dapat terkumpul dana yang sangat besar terlebih mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Selanjutnya hanya tinggal sejauh mana tingkat kedisiplinan pengelolaan dan pemberdayaan penggunaannya agar sampai kepada kelompok-kelompok orang yang berhak menerimanya. Pengeluaran zakat ini amat besar jika dihitung-hitung dengan penduduk Indonesia yang mayoritas Islam. Belum lagi ditambah dengan pengeluaran zakat fitrah yang memang kewajiban setiap muslim. Jadi dalam konteks ini, bukan hanya kerja keras yang diperlukan untuk pengelolaan zakat namun juga kerja cerdas agar pengelolaan zakat dan pemanfaatannya dapat menanggulangi kemiskinan.




E. Kesimpulan
            Kemiskinan adalah sumber kebodohan dan keterbelakangan yang dapat mengurangi makna manusia sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna dari ciptaan yang lainNya. Jika kemiskinan dibiarkan, manusia akan merasa tidak bermartabat dan merasa rendah diri. Bahkan jika kemiskinan diacuhkan, bisa menyebabkan akidah dan moral umat Islam akan terganggu. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan agar berhati-hati dengan kemiskinan seperti pada sabda beliau bahwa :
“hampir saja kefakiran(kemiskinan) itu mendekati pada kekufuran”

F. Saran
            Kita sebagai umat Islam yang mempunyai pedoman hidup dan petunjuk hidup yaitu Al-Qur’an, wajib bagi umat Islam berpegang teguh kepada ajaranNya, mengamalkan ajaran-ajaranNya dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari agar permasalahan yang terjadi seperti kemiskinan, kebodohan dan lain-lain dapat kita selesaikan berdasarkan anjuran Al-Qur’an dan tidak mungkin kita tersesat karenanya. Setelah berpegang teguh kepada ajaranNya, selanjutnya segera mungkin mengaplikasikannya. Berjihad dalam konteks meningkatkan kualitas umat muslim melalui pendidikan agar meningkatkan kualitas keterampilan, memperluas jaringan dan akses hubungan sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA
·         Ismail, Asep Usman. 2012. Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial. Tanggerang: Lentera hati
·         Syabini, Amirulloh. 2012. Mutiara Al-Qur’an. Jakarta: as@-prima pustaka
·         Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf














[1] Syabini, Amirulloh. Mutiara Al-Qur’an. (Jakarta: As@-prima pustaka. 2012). hlm. 35
[2] Al-Raghib al-Ashfahani, op.cit., h. 429
[3] Ahmad Musthafa al-Maraghi, cet. Ke-1, Jilid X Tafsir al-Maraghi, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001/1421), h. 347
[4]Asep Usman ismail, Al-Quran dan Kesejahteraan Sosial, Lentera Hati, Tanggerang, 2012, hlm. 79.
[5] Amirulloh Syarbini, Mutiara Al-Qur’an, (Jakarta: as@-prima pustaka, 2012), hlm.49
[6]Ibid,hlm. 51
[7]Ibid, hlm. 55
[8] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm.16
[9] Amirulloh Syarbini, Mutiara Al-Qur’an, (Jakarta: as@-prima pustaka, 2012) hlm.59
[10]Ibid, hlm. 59